Potret Ibu Anastasya Dai.
Kupang, KN - Berprofesi sebagai
seorang Guru di salah satu Sekolah Menengah Pertama Adisucipto Penfui menjadi
ladang mencari naskah untuk menghidupi keluarganya. Beliau merupakan sosok Ibu
yang ditinggal mati sang suami. Kehidupannya penuh perjuangan, karena setelah
ditinggal Suaminya, ia harus berjuang seorang diri untuk membuat menghidupi
anak-anaknya yang masih di bangku sekolah.
Menghidupi anak
seorang diri bukanlah hal yang mudah, apalagi ibu Anas ditinggal pergi dengan
meninggalkan empat orang anak, yang mana anak pertaman masih berada di bangku
SMA, anak ke dua dan ketiga di bangku SMP, dan anak ke empat masih di bangku
Sekolah Dasar. Kepergian sang suami
membuat mental Ibu Anas pada waktu itu sangat terpukul, Ia sampai tidak masuk
sekolah untuk mengajar selama satu tahunan, lantara masih belum bisa melupakan
sang suami. Namun, Ibu Anas tetap berusaha kuat agar tidak terlihat lemah oleh
anak-anaknya. Ia tidak mau anaknya mendapat kekurangan kasih sayang.
Akhirnya ia mulai
mengajar kembali setelah sekian lama berduka. Ia tidak seperti dulu lagi yang
merupakan Guru yang ceria, lantara kepergian Suaminya masih membekas. Tidak ada
keceriaan dan senyum yang terukir di wajahnya, membuat para Guru merindukan
sosok Ibu Anas yang mereka sayangi. Bahkan saking sayangnya dengan Ibu Anas,
sesama rekan guru tidak memanggilnya dengan sapaan ibu, tetapi Mama. Panggilan
Mama menandakan bahwa mereka sangat mencintai sosok Ibu Anas.
Seiring berjalannya
waktu, Ibu Anas mulai membiasakan dirinya tanpa sosok suami yang dulunya selalu
ada di sampingnya demi anak-anaknya yang sangat membutuhkannya. Hari demi hari
Ibu Anas lalui dan mulai terlihat kembali senyum yang menghias bibirnya. Ibu
Anas yang dulu telah kembali. Semua rekan guru sangat bahagia ketika melihatnya
pertama kali tertawa lepas setelah hampir satu tahunan tawa itu tersembunyi di
balik kedukaan hati. Kini ia berusaha
seorang diri untuk menghidupi anaknya. Walaupun kadang tidak cukup uang untuk
membiayai kehidupan dan membiayai persekolahan anak-anaknya, ia tetap berusaha
walaupun harus meminjam uang ke sana kemari. Tetapi demi anak-anaknya, ia rela
harus hidup dalam kesusahan walaupun ia berprofesi sebagai guru. Menyekolahkan
dan membiayai sendiri persekolahan anak-anak tidaklah mudah, apa lagi ia
memiliki 4 orang anak yang semuanya masih berada di bangku sekolah dan tidak
dapat membantunya. Namun dengan semangatnya, ia akhirnya mampu menyekolahkan
semua anaknya sampai pada jenjang perguruan tinggi.
Suatu kebanggaan yang
luar biasa datang di tahun 2011 tepatnya di Universitas Widya Mandira Kupang, kala
sosok seorang ibu yang ditinggal mati suami ini dapat mengikuti acara wisuda
anak pertamanya. Tangis bahagia mulai membasahi pipinya karena ia berhasil menyekolahkan
anaknya sampai pada tingkat perguruan tinggi. Namun ia juga merasa sedih
lantaran acara wisuda anaknya tidak dihadiri sosok ayah dan suami yang
mendampingi mereka, dan tidak melihat kesuksesan anaknya dalam menempuh
pendidikan di perguruan tinggi. Ia pun mulai lebih
bersemangat, lantaran tidak sia-sia ia berjuang dan berusaha mengurus anaknya
seorang diri. Kebahagiaan mulai menghiasi hidupnya, dan ia menganggap bahwa
suaminya pasti tetap berada di sampingnya, dan menguatkannya. Untuk melanjutkan
kehidupannya ia mulai memutar otak untuk mendapat sumber penghasilan tambahan.
Ia pun mulai membangun kos-kosan di sekitar rumah yakni “Elsami Kost”. Kos tersebut mulai
ramai dihuni orang dan penghasilan Ibu Anas pun semakin bertambah. Tidak hanya
itu, ia pun mulai memelihara hewan yang dapat menghasilkan uang tambahan. Namun
utang masih tetap ada, karena dalam menjalankan usahanya pasti ada kendala,
namun ia tetap berusaha.
Pada tahun 2012 kebahagiaan
kembali menghiasi keluarganya karena anak keduanya berwisuda di Universitas
Widiya Mandira Kupang. Keberhasilan melalui perjuangan yang sulit merupakan hal
yang sangat membanggakan. Tidak lupa Ibu Anas mengucap syukur kepada Tuhan dan
sosok suami yang selalu menjaga keluarganya dari surga. Pada tahun 2015 kebahagiaan
lagi-lagi datang menghampiri keluarganya, karena anak ketiganya juga selesai
menempuh pendidikan di perguruan tinggi Universitas Nusa Cendana Kupang. Perjuangannya
Ibu Anas yang awalnya terasa melelahkan kini berubah menjadi kebahagiaan dan
berkah yang berlimpah bagi keluarganya.Dan pada tahun 2017
anak terakhirnya akhirnya menyelesaikan pendidikannya di perguruan tinggi
Stikes Wira Husada Yogyakarta. Hasil tidak menghianati usaha. Kebahagiaan tak
terhingga lagi-lagi menghampiri keluarganya. Setiap masalah pasti ada
hikmahnya.
Perjuangannya
akhirnya membuahkan hasil. Walaupun ia hanya seorang diri tetapi bisa merawat,
membesarkan dan bahkan menyekolahkan keempat anaknya ke jenjang pendidikan
perguruan tinggi. Dan saat ini, keempat anaknya telah bekerja dan mempunyai
penghasilan sendiri, dan di antaranya tiga orang sudah berkeluarga.